Chapters

11.23.2010

another stupid idiotic talk

Bodoh : “idiot, apakah itu kau?”
Idiot : “bodoh?? Waaa lama tak jumpa!”
Bodoh : “halooo bagaimana kabarmu? Masih idiotkah?”
Idiot : “enak saja! Kau sendiri tetap bodohkah?”
Bodoh : “hahah ada kabar apa nih?”
Idiot : “tidak ada,kau?”
Bodoh : “ada. Aku cerita sajalah padamu. Aku melakukan sesuatu yang aku tahu itu salah tetapi aku menikmati dan mencari pembelaan untuk ini”
Idiot : “hah?”
Bodoh : “aku Bodoh..”
Idiot : “iya”
Bodoh : “kau idiot! Masa, jawabanmu seperti itu”
Idiot : “Dasar bodoh! Untuk apa aku menjawab ketika kau pun tahu jawabannya?!”
Bodoh : “Dasar idiot! Hiburlah sedikit aku ini?!”
Idiot : “tetap saja kau bodoh ternyata..”
Bodoh : “kau juga tetap saja idiot..”

Surat Untuk Dia ; (ter)sudut

Dear Dia

Tak adil rasanya kalau aku langsung menuangkan semua rasaku. Hei, bagaimana kabarmu, sayang? Kau baik-baik saja kan disana? Dunia tak menyulitkanmu? Kalau pun iya dia menyulitkanmu, ingatlah sayang, kau masih punya TUHAN yang Maha Besar.
Masih setia berjuangkah kau disana, sayang? Beristirahatlah ketika kau lelah. Letakkan sejenak pikulmu, rebahkan ragamu, kau berhak. Aku tahu kau disana baik-baik saja. Yang aku tak tahu, apakah kau disana sama seperti aku? Merindukanku layaknya aku merindumu? Maaf sayang, aku hanya ketakutan.

Kau tahu, aku tak berniat berkhianat darimu. Tetapi layaknya seorang manusia hina dengan segala porositas hatinya, kali ini hatiku tak sepenuhnya bersamamu. Hatiku sedang hinggap dan bersenandung untuk yang lain. Tetapi apakah kau tahu sayang? Ada keraguan disaat aku hinggap di dahan ini dan bersenandung untuk yang lain.
Jika aku seekor lebah, maka aku sedang mendamba seekor capung. Ditengah perbedaan aku mencoba. Garis hitam kuningku tak begitu diterima diantara mata hijau besar milik mereka. Kepakan sayapku, suara dengungku, seraya begitu memaksa. Dunia pun seperti tak menerima usahaku ini,sayang. Usaha yang terkesan sia-sia. Usaha untuk membuat kawanan sarang lebahku menerima keberadaan si mata hijau.

Keyakinanku, keberanianku, pemikiranku, perasaanku, pengalamanku, seluruh kesatuan utuh diriku diuji. Aku ingin lulus dari ujian ini. Dan sungguh aku ingin bersamamu, Dia. Lalu muncullah pertanyaan, apakah mungkin si mata hijau adalah kamu, Dia? Hanya butuh poles saja. Tapi aku tak yakin, keraguan pun muncul bercampur aduk dengan senang ceria bahagia entah semu entah tidak ini.
Ya aku tahu sayang, kau akan bicara apa. Aku tahu sayang.. Tetapi aku tak yakin aku bisa memenangkan perjuangan ini sendirian. Aku tak yakin aku bisa membuatnya diterima.
Atau mungkin aku tak perlu berusaha?
Karena mungkin memang tak ada yang harus diperjuangkan?
Karena mungkin memang seharusnya aku menunggumu, Dia?

Kali ini, surat ini aku kirim ke semua tempat yang pernah kau kunjungi dan ku pastikan kau menerimanya. Aku ingin kau membacanya dan mungkin sedikit petunjuk. Sayang, aku sangat merindukanmu entah dimanapun dan sampai kapan pun kita akan dipertemukan. Tak lelah aku pun berdoa.

See you soon, dear

P.S:
I'm still here waiting

11.13.2010

Kacamata

Pelajaran tentang apapun itu sudah jelas tertulis oleh semesta disetiap lembar harinya.
Dan tak harus di sebuah sudut pelajaran itu ada.
Di dinding-dinding mall aku belajar mengikhlaskan ketika antrian kasier tak sengaja diserobot orang lain.
Di dalam kursi-kursi bioskop aku belajar mengikhlaskan orang-orang yang ramai berceloteh sepanjang film.
Di dalam sebuah restaurant aku mengikhlaskan ketika makananku tak kunjung datang, karena si pelayan terlihat begitu lelah mondar-mandir menyiapkan makanan dan belum tentu dia pun sudah makan.

Dan lembaran pelajaran favoritku adalah LEMBARAN MALAM

Berkali-kali aku mengambil dan diperlihatkan oleh semesta bagaimana aku harus mengikhlaskan sesuatu.

Terpaan angin malam membuat otakku ringan, menghempaskan pemikiran-pemikiran dengki lamaku keluar.. dan menggantinya mengisinya dengan kesejukan pemikiran baru,
seraya helaan nafas keluar, aku tersenyum mengucap syukur

Ku umpamakan kacamataku ini sebagai sebuah awal mataku menatap realita.
Tanpanya semua terasa buram, abstrak, dan tak jelas. Kelebat lampu jalanan, lampu mobil aku nikmati tanpa kacamataku. tak terlihat jelasnya malah membuatnya semakin indah. Keabstrakannya membuat mata dan hatiku berfikir dan melihat segala sesuatu dari sudut pandang lain.
Seraya dengan enggan aku memasang kembali kacamataku, sapuan singkat lengan bajuku dan aku hela nafas, ku kuatkan hatiku dan tersenyum. Inilah realita.

Dan di akhir lembar yang tertulis oleh semesta, di penghujung malam aku berperan dalam skenario keabstrakan, kedengkian, dan pergulatan baik buruk dalam diriku, aku bersimpuh..
ku katakan, ku timbang, dan ku pasrahkan semua padaNYA
Walau aku belajar ikhlas.... aku masih tak tahu bagaimana, dimana, apa dan kapan itu IKHLAS...
Jadi ALLAH, bimbinglah selalu hambamu ini
entah dalam gelapnya malam, entah dengan deru mesin mobil yang terdengar bagai orkestra favoritku, entah di topeng-topeng hedonisme pusat-pusat perbelanjaan, BIMBING AKU, INGATKAN AKU,
dan lindungi aku dari segala bentuk penyakit hati............
Aku merindukanMU.....